kesehatan

Akhlak Islamiah


Ajaran islam adalah ajaran yang bersumber pada wahyu Allah, Al Qur’an dalam penjabarannya terdapat pada hadis Nabi Muhammad SAW. Masalah akhlak dalam Islam mendapat perhatian yang sangat besar. Berdasarkan bahasa, akhlak berarti sifat atau tabiat. Berdasarkan istilah, akhlak berarti kumpulan sifat yg dimiliki oleh   seseorang yang melahirkan perbuatan baik dan buruk. Konsep Akhlak menurut Al-Ghazali adalah sifat yg tertanam dalam jiwa seseorang, darinya lahir perbuatan yang mudah tanpa pertimbangan pikiran terlebih dahulu. Akhlak meliputi jangkauan yang sangat luas dalam segala aspek kehidupan. Akhlak meliputi hubungan hamba dengan Tuhannya (vertikal) dalam bentuk ritual keagamaan dan berbentuk pergaulan sesama manusia (horizontal) dan juga sifat serta sikap yang terpantul terhadap semua makhluk (alam semesta).

 

Bagi seorang muslim, akhlak yang terbaik ialah seperti yang terdapat pada diri Nabi Muhammad SAW karena sifat-sifat dan perangai yang terdapat pada dirinya adalah sifat-sifat yang terpuji dan merupakan uswatun hasanah yaitu contoh teladan terbaik bagi seluruh kaum Muslimin. Allah swt sendiri memuji akhlak Nabi Muhammad SAW di dalam Al-Quran sebagaimana firman-Nya:Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berakhlak agung.” (Al-Qalam:4). Rasulullah SAW memerintahkan umatnya untuk berakhlak baik seperti yang terkandung dalam hadis: “Orang mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling baik akhlaknya.” Akhlak-akhlak baik (mahmudah) meliputi : ikhlas, sabar, syukur, khauf (takut kemurkaan Allah), Roja’ (mengharapkan keridhaan Allah), jujur, adil, amanah, tawadhu (merendahkan diri sesama muslim), bersyukur. Selain menjaga akhlak mahmudah, seorang muslim juga harus menghindari akhlak mazmumah yang meliputi: tergesa-gesa, riya (melakukan sesuatu dengan tujuan ingin menunjukkan kepada orang lain), dengki (hasad), takabbur (membesarkan diri), ujub (kagum dengan diri sendiri), bakhil, buruk sangka, tamak dan pemarah. Dalam pembahasan LTM ini penulis hanya menjabarkan akhlak mahmudah yang meliputi ikhlas, sabar, syukur, jujur, adil dan amanah.

     

Ikhlas

Kata ikhlas (bentuk mashdar akhlasha) mempunyai beberapa pengertian. Menurut al-Qurtubi, ikhlas pada dasarnya berarti memurnikan perbuatan dari pengaruh-pengaruh makhluk. Abu Al-Qasim Al-Qusyairi mengemukakan arti ikhlas dengan menampilkan sebuah riwayat dari Nabi Saw, “Aku pernah bertanya kepada Jibril tentang ikhlas. Lalu Jibril berkata, “Aku telah menanyakan hal itu kepada Allah,” lalu Allah berfirman, “(Ikhlas) adalah salah satu dari rahasiaku yang Aku berikan ke dalam hati orang-orang yang kucintai dari kalangan hamba-hamba-Ku.” Pengertian yang demikian dapat dijumpai di dalam S. Al-Insan (76): 9, ”Sesungguhnya kami memberi makan kepadamu hanya untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak mengharapkan balasan dari kamu dan tidak pula ucapan terima kasih.” Ikhlas adalah inti dari setiap ibadah dan perbuatan seorang muslim. Allah SWT berfirman dalam QS. Al Bayyinah: 5), ”Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan –keikhlasan— kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” Keikhlasan seseorang ini, akan menghasilkan kemenangan dan kejayaan. Anggota masyarakat yang mengamalkan sifat ikhlas, akan mencapai kebaikan lahir-bathin dan dunia-akhirat, bersih dari sifat kerendahan dan mencapai perpaduan, persaudaraan, perdamaian serta kesejahteraan.

 

Amanah.

Secara bahasa amanah bermakna al-wafa’ (memenuhi) dan wadi’ah (titipan) sedangkan secara definisi amanah berarti memenuhi apa yang dititipkankan kepadanya. Hal ini didasarkan pada firman AllaH SWT: “Sesungguhnya AllaH memerintahkan kalian untuk mengembalikan titipan-titipan kepada yang memilikinya, dan jika menghukumi diantara manusia agar menghukumi dengan adil…” (QS 4:58). Dalam ayat lainnya, Allah juga berfirman :“Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka mereka semua enggan memikulnya karena mereka khawatir akan mengkhianatinya, maka dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan bodoh…” (QS. 33:72) Amanah yang diberikan Allah kepda manusia meliputi :

 

1.      Amanah Fitrah: Yaitu amanah yang diberikan oleh Sang Pencipta SWT sejak manusia dalam rahim ibunya, bahkan jauh sejak dimasa alam azali, yaitu mengakui bahwa AllaH SWT sebagai Pencipta, Pemelihara dan Pembimbing (QS 7:172).

 

2.      Amanah Syari’ah/Din: Yaitu untuk tunduk patuh pada aturan AllaH SWT dan memenuhi perintah-NYA dan menjauhi larangan-NYA, barangsiapa yang tidak mematuhi amanah ini maka ia zhalim pada dirinya sendiri, dan bodoh terhadap dirinya, maka jika ia bodoh terhadap dirinya maka ia akan bodoh terhadap Rabb-nya (QS. 33:72).

 

3.      Amanah Hukum/Keadilan: Amanah ini merupakan amanah untuk menegakkan hukum Allah SWT secara adil baik dalam kehidupan pribadi, masyarakat maupun bernegara (QS 4/58). Makna adil adalah jauh dari sifat ifrath (ekstrem/berlebihan) maupun tafrith (longgar/berkurangan).

 

4.      Amanah Ekonomi: Yaitu bermu’amalah dan menegakkan sistem ekonomi yang sesuai dengan aturan syariat Islam, dan menggantikan ekonomi yang bertentangan dengan syariat serta memperbaiki kurang sesuai dengan syariat (QS. 2: 283).

 

5.      Amanah Sosial: Yaitu bergaul dengan menegakkan sistem kemasyarakatan yang Islami, jauh dari tradisi yang bertentangan dengan nilai Islam, menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar, menepati janji serta saling menasihati dalam kebenaran, kesabaran dan kasih-sayang (QS 23: 8).

 

6.      Amanah Pertahanan dan Kemanan: Yaitu membina fisik dan mental, dan mempersiapkan kekuatan yang dimiliki agar bangsa, negara dan ummat tidak dijajah oleh imperialisme kapitalis maupun komunis dan berbagai musuh Islam lainnya (QS. 8:27).

 

Sifat mulia ini harus diamalkan oleh setiap orang. Dalam suatu sumber menyebutkan, amanah adalah asas ketahanan umat, kestabilan negara, kekuasaan, kehormatan dan roh kepada keadilan. Singkatnya, amanah berarti sesuatu yang dipercayakan sehingga kita harus menjaga amanah tersebut. Dalam hal ini, Allah berfirman dalam Alquran, yang artinya: “….maka tunaikanlah oleh orang yang diamanahkan itu akan amanahnya dan bertakwalah kepada Allah Tuhannya;….” (QS. Al Baqarah: 283).


Adil

Adil berarti menempatkan/ meletakan sesuatu pada tempatnya. Adil juga tidak lain ialah berupa perbuatan yang tidak berat sebelah. Para Ulama menempatkan adil kepada beberapa peringkat, yaitu adil terhadap diri sendiri, bawahan, atasan/ pimpinan dan sesama saudara. Nabi Saw bersabda, “Tiga perkara yang menyelamatkan yaitu takut kepada Allah ketika bersendiriaan dan di khalayak ramai, berlaku adil pada ketika suka dan marah, dan berjimat cermat ketika susah dan senang; dan tiga perkara yang membinasakan yaitu mengikuti hawa nafsu, terlampau bakhil, dan kagum seseorang dengan dirinya sendiri.” (HR. AbuSyeikh).

Bersyukur

Syukur menurut kamus “Al-mu’jamu al-wasith adalah mengakui adanya
kenikmatan dan menampakkannya serta memuji (atas) pemberian nikmat tersebut.Sedangkan makna syukur secara syar’i adalah : Menggunakan nikmat AllahSWT dalam (ruang lingkup) hal-hal yang dicintainya. Lawannya syukur adalah kufur.Yaitu dengan cara tidak memanfaatkan nikmat tersebut, atau menggunakannya pada hal-hal yang dibenci oleh Allah SWT. Definisi ini ditulis oleh Ibnu Quddamah dalam bukunya “minhajul qashidin”. Bersyukur pada tataran menjadi pribadi unggul berlaku pada dua keadaan yaitu sebagai tanda kerendahan hati terhadap segala nikmat yang diberikan oleh Sang Pencipta adalah sama, baik sedikit atau banyak dan sebagai ketetapan daripada Allah, supaya kebajikan senantiasa dibalas dengan kebajikan. Allah berfirman, “…. Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan sekiranya kamu mengingkari –kufur— (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim: 7). Al Baqarah ayat 152 : ‘Maka ingatlah Aku ( Allah ) niscaya Aku akan mengingatimu dan syukurilah nikmatku serta jangan sekali-kali kamu menjadi kafir ‘. Lalu syukur dibagi menjadi tiga macam:

 

1.      Syukur dengan hati, yaitu niat melakukan kebaikan dan tidak menampakkannya   kepada manusia. Adapun syukur dengan hati ialah Syukur dengan lisan ialah Rasulullah SAW. bersabda: “Membicarakan kenikmatan itu adalah syukur dan meninggalkannya adalahkekufuran(akan nikmat).” (HR.Ahmad).

2.      Syukur dengan lisan, yaitu menampakkan rasa terima kasih kepada Allah SWT dengan pujian.

 

3.      Syukur dengan anggota badan, ialah menggunakan seluruh nikmat Allah dalam ketaatan kepadaNya. Oleh karena makna syukur adalah menggunakan seluruh kenikmatan dengan cara yang dicintai oleh Allah, maka tidak mungkin seseorang dapat mensyukuri nikmatNya kecuali dengan mengetahui apa-apa yangdicintai oleh Allah dan apa-apa yang dibenci-Nya.

 

Sabar

Sabar yaitu sifat tahan menderita sesuatu (tidak lekas marah; tidak lekas patah hati; tidak lepas putus asa, tenang dsb). Di dalam menghadapi cobaan hidup, ternyata kesabaran ini sangat penting untuk membentuk individu/ pribadi unggul. Manusia diciptakan dengan disertai sifat tidak sabar dan karenanya ia banyak berbuat kesalahan. Akan tetapi, agama meminta setiap orang agar bersabar karena Allah. Orang beriman harus bersabar menunggu keselamatan yang besar yang Allah janjikan. Inilah perintah di dalam Al-Qur`an, “Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.” (al-Muddatstsir: 7) Sabar merupakan salah satu sifat penting untuk mencapai ridha Allah; itulah kebaikan yang harus diusahakan agar lebih dekat kepada Allah. “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu beruntung.” (Ali Imran: 200).

 Al Qur`an juga menyatakan hal ini, “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.” (Al-Baqarah: 45). Ayat lain dari surah yang sama menekankan bahwa kegembiraan diberikan kepada orang-orang yang bersabar dalam menghadapi rintangan atau kesusahan. “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, ‘Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun.'” (al-Baqarah: 155-156). Sabar merupakan sifat mulia yang dapat meningkatkan kekuatan orang-orang beriman. Allah menyatakan pada ayat berikut, betapa kekuatan sabar ini bisa mengalahkan sesuatu. “Sekarang, Allah telah meringankan kepadamu dan Dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada di antaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang; dan jika di antaramu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka dapat mengalahkan dua ribu orang dengan seizin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (al-Anfaal: 66).   Sabar merupakan sifat yang tergolong positif yang diterangkan dalam Al-Qur`an. Seseorang bisa saja rendah hati, sederhana, baik budi, taat atau patuh; namun semua kebaikan ini hanya akan berharga ketika kita menggabungkannya dengan kesabaran. Kesabaranlah yang diperlihatkan dalam berdo’a dan merupakan sifat orang beriman, yang membuat do’a-do’a kita dapat diterima.

 

Jujur

Shiddiq (jujur, benar) adalah lawan kata dari kidzib (bohong atau dusta). Secara morfologi, akar kata shidq berasal dari kata shadaqa, yashduqu, shadqun, shidqun. Ungkapan shaddaqahu mengandung arti qabila qauluhu ‘pembicarannya diterima’. Ayat Allah yang memberikan ilustrasi yang jelas tentang makna (shiddiq): “Agar Dia menanyakan kepada orang-orang yang jujur (benar) tentang     kebenaran mereka dan Dia menyediakan bagi orang-orang kafir siksa yang pedih.” (Al-Ahzab:8)
 Imam al-Ghazali membagi sikap benar atau jujur (shiddiq) ke dalam enam jenis:

1.      Jujur dalam lisan atau bertutur kata. Setiap orang harus dapat memelihara  perkataannya. Menepati janji termasuk kategori kejujuran jenis ini.

 

2.      Jujur dalam berniat dan berkehendak. Kejujuran seperti ini mengacu kepada konsep ikhlas, yaitu tiada dorongan bagi seseorang dalam segala tindakan dan gerakannya selain dorongan karena Allah. Jika dicampuri dengan dorongan obsesi dari dalam jiwanya, maka batallah kebenaran niatnya. Orang yang seperti ini dapat dikatakan pembohong. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadist Abu Hurairah yang diriwayatkan Imam Muslim sebagai berikut: “Ketika Rasulullah saw bertanya kepada seorang alim, ‘Apa yang telah kamu kerjakan dari yang telah kamu ketahui?’ Ia menjawab, ‘Aku telah mengerjakan hal ini dan hal itu.’ Lalu Allah berkata, ‘Engkau telah berbohong karena kamu ingin dikatakan bahwa si Fulan orang alim.”

 

3.      Jujur dalam berobsesi atau bercita-cita (azam). Manusia terkadang mengemukakan obsesinya untuk melakukan sesuatu. Misalnya, “Jika Allah menganugerahkan banyak harta kepadaku, aku akan sedekahkan setengahnya.” Janji atau obsesi ini harus diucapkan secara jujur.

 

4.      Jujur dalam menepati obsesi. Dalam suatu kondisi, hati terkadang banyak mengumbar  obsesi. Baginya mudah saat itu untuk mengumbar obsesi. Kemudian, saat kondisi realitas  sudah memungkinkannya untuk menepati janji obsesinya itu, ia memungkirinya. Nafsu syahwatnya telah menghantam keinginannya untuk merealisasikan janjinya. Hal itu sungguh bertentangan dengan kejujuran (shiddiq).

 

 

5.      Jujur dalam beramal atau bekerja. Jujur dalam maqam-maqam beragama. Merupakan kejujuran paling tinggi. Contohnya adalah kejujuran dalam khauf (rasa takut akan siksaan Allah), raja’ (mengharapkan rahmat Allah), ta’dzim (mengagungkan Allah), ridha (rela terhadap segala keputusan Allah), tawwakal (mempercayakan diri kepada Allah dalam segala totalitas urusan), dan mencintai Allah.


 “Kalian harus jujur, karena jujur itu bersama-sama dengan kebaktian yang sempurna (birr). Keduanya akan berada di dalam surga. Dan hati-hatilah kalian dengan berbohong karena bohong itu bersama-sama perbuatan dosa yang terus-menerus (fujur). Keduanya akan masuk neraka. Dan mintalah kalian keyakinan dan perlindungan dari segala penyakit kepada Allah. Karena seseorang setelah diberi keyakinan akan lebih baik daripada diberi perlindungan dari segala penyakit. Dan janganlah kalian saling hasut, saling membenci, saling memutuskan (tali silaturahmi), saling memebenci, saling membelakangi, serta jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara sebagaimana Allah perintahkan kepada kalian.” (HR. Bukhari, Ahmad, dan Ibnu Maajah)

 

Akhlak adalah ruh risalah Islam sementara syariat adalah lembaga jelmaan daripada roh tersebut. Ini berarti Islam tanpa akhlak seperti rangka yang tidak mempunyai isi, atau jasad yang tidak bernyawa. Sabda Rasulullah saw yang bermaksud : “Islam itu akhlak yang baik”. Begitu juga sabda Baginda yang bermaksud : “Tidak ada sesuatu yang lebih berat timbangannya selain daripada akhlak yang mulia.” Keberadaan akhlak mulia bagi setiap pribadi adalah buah dari keimanan yang kental dan kekayaan yang tinggi nilainya dalam kehidupan manusia menuju kepada kesempurnaan keperibadian manusia sebagai mana keterangan hadis yang berbunyi: ”Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda: Paling sempurna keimanan orang-orang mukmin ialah yang lebih baik akhlaknya.” (HR At-Tirmizi dari Abu Hurairah). Kemuliaan akhlak bangsa ini akan tumbuh dengan baik, bila individu-individu itu telah memiliki akhlak mulia. Harapan demikian, insya Allah akan terwujud, manakala setiap diri kita meniatkan secara sungguh-sungguh lagi ikhlas mengharap ridha-Nya. Sehingga dari sini akan terbentuk sebuah tatanan yang terjalin dengan nilai-nilai akhlakul karimah. Dan melalui nilai-nilai ini dan disiplin yang diamalkan oleh anggota masyarakat, maka akan lahirlah sebuah masyarakat yang aman, damai, harmonis dan diselimuti ruhiah Islam.

3 thoughts on “Akhlak Islamiah

Leave a comment